Klik x untuk menutup hasil pencarianCari di situs GUBUK
Cerita Natal? Ah, Paling Juga Begitu Saja ....
Submitted by admin on 19 December, 2008 - 15:31
Kategori: Renungan
Ditulis oleh: Wiji Suprayogi
Berkali-kali aku menjumpai rapat Natal yang memutuskan untuk menggantikan acara cerita Natal yang berupa kisah kelahiran Yesus dengan cerita lain. Anggapan yang muncul adalah semua sudah hafal dan semua bisa membacanya di Alkitab, jadi tidak perlu lagi membahasnya. "Paling kisahnya itu-itu juga, jadi mending kita ganti dengan cerita lain yang lebih seru dan menarik jemaat," begitu komentar beberapa orang.
Kucoba membaca kisah kelahiran Yesus beberapa kali, dan aku mendapat beberapa pelajaran. Aku tak begitu ingat apakah beberapa pelajaran ini berasal dari timbunan ingatanku -- yang berasal dari berbagai buku -- atau memang murni dari interpretasiku, tetapi inilah yang muncul ketika aku membacanya berulang kali suatu malam.
Maria Yang Tegar Dan Memiliki Hati Yang Taat
Maria memang masih keturunan raja, tetapi ia sudah tidak lagi tinggal di istana. Dalam kesehariannya, aku bayangkan Maria adalah gadis desa biasa yang menjalani kehidupan dengan penuh rutinitas dan monoton. Mungkin, baginya perubahan adalah hal yang tidak begitu penting. Toh, semuanya berjalan dengan baik. Lalu, datanglah malaikat Tuhan mengabarkan bahwa ia akan menjadi ibu dari Sang Juru Selamat. Bagaimana perasaan Anda jika seseorang memberi tahu Anda bahwa Anda akan menjadi ibu/bapak dari seorang presiden? Tentu saja senang. Tetapi, pikirkan lagi bahwa Maria harus menanggung malu karena hamil, sedangkan ia belum menikah, baru bertunangan. Kemudian, bayangkan bahwa ia juga harus mendidik calon pemimpin, bagaimana kalau gagal? Bagaimana ia lari dari tudingan dan desas-desus masyarakat di sekitarnya? Pemikiran seperti itu mungkin saja muncul dalam benaknya.
Alkitab mencatat bahwa Maria tidak lari, tetapi menerima semuanya dengan tegar. Aku berpikir, pastilah Maria seseorang yang teguh dan memiliki hati yang taat untuk menjalani hidup. Ia bisa saja menolak dan tetap menjadi gadis desa biasa tanpa tanggung jawab berlebih. Tetapi, menurutku Maria memiliki hati yang taat, sehingga ia rela menjalani kehidupan yang penuh tantangan ini. Ketegaran dan ketaatannya itulah, menurutku, yang memampukannya berani pergi ke Mesir dan tinggal di sana -- menghindari Herodes yang hendak membunuh Bayinya -- dan, terlebih lagi, untuk menyaksikan Putranya disalib.
Tuhan Memilih Perempuan
Kaum perempuan, oleh beberapa orang, dianggap sebagai pembawa dosa ke dunia. Kemudian dianggap sebagai warga kelas dua atau bahkan warga yang keberadaannya tak diperhitungkan. Tetapi, jelas sekali Tuhan menonjolkan peran perempuan dalam kisah besar kelahiran Yesus -- Elisabet, ibu Yohanes, dan Maria sendiri. Bahkan, Yusuf, bapak Yesus, tidak begitu banyak diceritakan.
Dalam kisah ini, kaum perempuan justru memiliki peran yang begitu besar dalam menentukan sejarah keselamatan dan perkembangan dunia secara keseluruhan. Dan bisa dikatakan bahwa perempuan telah impas menebus kesalahannya mendatangkan dosa karena telah dipakai untuk mendatangkan Juru Selamat ke dunia ini. Maria bisa saja menolak, sesuai kehendak bebasnya, untuk melahirkan Sang Juru Selamat, sama ketika Hawa akhirnya memutuskan untuk memakan buah dari pohon pengetahuan yang baik dan yang jahat. Mereka mengambil keputusannya sendiri-sendiri. Tuhan memakai, mencatat, dan menonjolkan perempuan dalam dunia yang dikuasai laki-laki. Pembelajaran yang harus kita camkan, yaitu perempuan adalah rekan sejajar laki-laki.
Berdua Lebih Baik
Maria tidak sendirian. Ada Yusuf di sampingnya yang ikut mendukung semua proses ini. Bisakah Anda bayangkan jika Yusuf kemudian memutuskan untuk membatalkan pertunangan atau memaksa Maria menggugurkan kandungannya? Pastilah Yusuf juga laki-laki yang bertanggung jawab dan melindungi istrinya sedemikian rupa sehingga Yesus menjadi besar dan siap menjalankan tugas-Nya. Tidak banyak catatan dalam Alkitab mengenai Yusuf, tetapi kita bisa menduga kontribusinya yang begitu besar dalam kehidupan keluarga ini -- yang bisa saja dipandang sebagai keluarga bermasalah oleh lingkungan di sekitarnya.
Di sini, aku melihat betapa kebersamaan dalam satu tim akan memudahkan berbagai hal dan membuat hidup kita menjadi lebih berarti. Bagaimana kalau Yesus akhirnya hanya dididik oleh ibunya tanpa kehadiran seorang ayah? Tentunya kita akan menjumpai Juru Selamat yang secara psikologis tidak lengkap karena kehilangan figur ayah. Namun, puji Tuhan, Alkitab mencatat adanya kerja sama yang harmonis dalam keluarga ini, sehingga ketika mereka diminta ke Mesir -- sebuah negeri yang jauh dan sama sekali baru peradabannya -- mereka menjalaninya bersama.
Tiga Raja
Ada tiga raja yang disebut dalam kisah kelahiran Yesus: Kaisar Agustus, Raja Herodes, dan tentu saja Yesus sendiri.
Pertama, Kaisar Agustus. Ia membuat banyak orang bersusah payah pergi ke daerah yang jauh untuk menuntaskan sensus penduduk yang ia perintahkan. Secara pribadi, aku membayangkan ia adalah tipikal beberapa pemimpin yang sering menggunakan kekuasaannya untuk memersulit kehidupan orang lain. Mungkin, alasannya adalah demi ketertiban atau kebaikan bersama, tetapi karena kekuasaan, orang sering lupa membedakan mana kepentingan pribadi atau kepentingan bersama yang bersifat lebih objektif.
Kedua, Raja Herodes. Ia memiliki reputasi buruk, sebagai pembunuh bayi-bayi di Bethlehem. Semua orang pastinya setuju bahwa ia adalah perwakilan dari pemimpin yang kejam dan tidak mementingkan orang lain. Demi kekuasaan, semua jalan ditempuh tanpa memandang baik atau buruk, berguna atau tidak.
Ketiga, Yesus. Orang majus menyebut-Nya "Raja", dan hal itu membuat Herodes iri dan ketakutan. Alkitab mencatat bahwa kesederhanaan kelahiran-Nya dirayakan dengan pujian malaikat surga. Kesederhanan kehadiran-Nya membuat orang-orang yang tak terhitung dalam masyarakat, seperti para gembala, dapat berhadapan secara pribadi dengan seorang Raja. Kehadiran-Nya membawa misi damai bagi seluruh dunia.
Orang Majus
Pernahkah Anda berpikir mengapa orang majus dimasukkan ke dalam kisah kelahiran Yesus? Apa pentingnya? Temanku, seorang dosen, telah menginterpretasikannya. Aku ingat kembali interpretasinya ketika membaca kisah orang majus ini. Menurutnya, orang majus mewakili orang Asia dalam menyambut kedatangan Yesus.
Jika kedatangan Yesus merupakan kesukaan bagi dunia, seharusnya seluruh dunia menyambut kedatangan-Nya. Dan, Tuhan pasti menyiapkan jalan bagi setiap misi-Nya. Wajar apabila seluruh dunia mempersiapkan diri untuk menyambut kedatangan Sang Raja. Pasti Allah telah merancangkan waktu kelahiran Yesus dengan tepat. Kedatangan malaikat kepada Maria dan peristiwa-peristiwa pemberitahuan kepada para pelaku sejarah dalam kisah kelahiran Yesus serta nubuatan para nabi pendahulu, merupakan bukti bahwa kelahiran Yesus telah dipersiapkan dengan penuh kebijakan dan kecermatan. Tentunya, seluruh bangsa dan tatanan yang ada di dunia ini juga dipersiapkan untuk misi-Nya.
Selanjutnya, mari kita lihat latar belakang sosial di sekitar kelahiran Yesus. Yesus lahir pada masa pemerintahan Romawi yang luas wilayahnya hampir sebagian belahan bumi ini -- dari Afrika, Eropa, dan sebagian Asia. Jadi, bisa dikatakan bahwa Romawi adalah penguasa bumi pada saat itu. Sebagai penguasa bumi, tentu saja pemerintahan Romawi memberikan tatanan yang mengatur berbagai aktivitas di wilayah kekuasaan mereka, termasuk di dalamnya komunikasi dan transportasi yang berjalan lancar.
Karena mereka menguasai sebagian besar wilayah bumi, tentu saja berbagai tatanan itu sangat mewarnai kehidupan dunia. Situasi ini disebut oleh beberapa sejarawan sebagai "kedamaian Romawi". Dunia berada dalam masa damai -- paling tidak, perang besar tidak terjadi selama pemerintahan Roma berdiri kokoh. Suasana itu memungkinkan adanya sensus yang akhirnya menggenapi nubuatan bahwa Juru Selamat akan dilahirkan di Bethlehem. Kemudian, lancarnya transportasi membuat perjalanan keluarga Yesus ke Mesir tidak sulit. Dan nantinya, situasi damai di Roma itu juga sangat mendukung lancarnya pengabaran Injil ke seluruh dunia. Bukankah latar belakang wilayah Roma mewakili kebudayaan dari Eropa sampai Afrika (Mesir) dalam menyambut kedatangan Yesus?
Dalam latar belakang sosial tadi, ada satu kebudayaan yang dulu berkuasa dan ditaklukkan Roma, yang juga memberikan sumbangsih dalam mempersiapkan misi Allah. Kebudayaan itu adalah kebudayaan Yunani. Walaupun secara pemerintahan yang berkuasa adalah Romawi, dunia pemikiran yang terus berkembang saat itu adalah dunia pemikiran Yunani yang penuh dengan filsafat dan menjadi pola pikir pada zaman itu. Kebudayaan ini merasuk begitu kuat dan memberikan bahasa universal yang bisa dipahami oleh berbagai orang. Ketika keluarga Yesus pergi ke Mesir, suasana yang global dan juga bahasa Yunani yang telah menjadi seperti bahasa internasional tentu ikut menolong kelancaran informasi. Paling tidak, jika mereka tidak bisa berbahasa Yunani, ada jalur komunikasi bersama yang diciptakan oleh kebudayaan Yunani tersebut. Pada gilirannya nanti, rasionalitas Yunani memberikan persiapan, sehingga orang bisa menerima pengetahuan kebenaran dalam Injil.
Allah kita hebat, bukan? Semua telah disiapkan-Nya dengan saksama -- dari latar belakang sosial sampai pemikiran manusia -- agar misi-Nya menyelamatkan dunia terlaksana dengan sempurna.
Namun, Allah juga menyiapkan Yesus sebagai Pribadi yang independen dan memiliki integritas sendiri. Dia tidak berasal dari kedua kebudayaan besar itu, tetapi berasal dari satu kebudayaan kecil yang independen dan mandiri, yaitu kebudayaan Yahudi. Tuhan memang memakai berbagai kebudayaan untuk memperlancar misi-Nya, tetapi jelas, Tuhan memiliki otoritas tersendiri dan tidak mengikuti filsafat manusia. Berbagai hal duniawi dipakai, tetapi kepercayaan yang benar akan adanya Tuhan haruslah merupakan kebenaran yang langsung berasal dari Tuhan. Bangsa Yahudi, sebagai umat pilihan Tuhan, memiliki hal itu. Melalui merekalah Tuhan berbicara dalam sejarah manusia. Melalui merekalah kita mengenal Tuhan. Yesus lahir dari kebudayaan di mana Tuhan menyatakan kebenarannya secara khusus. Jadi, jelas Yesus tidak berasal dari dunia ini, dan itu tersirat dari asal-usulnya -- orang Yahudi. Hal ini juga merupakan penggenapan janji Tuhan kepada Abraham dan berbagai nubuat yang diterima para nabi.
Sampai di sini kita melihat, berbagai kebudayaan telah dipakai Tuhan dalam rencana-Nya. Yesus dihadirkan dalam lingkup kebangsaan dan kebudayaan yang amat luas. Nah, di mana letak Asia dalam kisah ini? Latar belakang dan pemikiran yang melingkupi dunia kelahiran Yesus tidak menyebut peran Asia secara jelas. Secara geografis, kampung halaman Yesus memang terletak di Asia, tetapi bagaimana kebudayaan Asia menyambut Dia?
Rupanya orang majus yang berasal dari Babel dan mewakili pemikiran orang Timur menjadi penanda istimewa bahwa Yesus juga hadir bagi orang Asia dengan segala pemikirannya -- begitu interpretasi temanku. Alkitab memang hanya menyebut orang majus dari Timur. Menurut ensiklopedia, orang majus berasal dari Babel dan merupakan ahli-ahli astrologi yang sangat besar kemungkinannya berhubungan erat dengan kepercayaan "zoroaster" yang merupakan satu kepercayaan besar di Asia pada masa itu. Luasnya pengaruh kepercayaan tersebut memerlihatkan bahwa kebudayaan Asia terwakili dengan kehadiran orang majus dalam kisah kelahiran Yesus. Bukankah orang majus tadi bertanya: "Di manakah Dia, Raja orang Yahudi yang baru dilahirkan itu? Kami telah melihat bintang-Nya di Timur dan kami datang untuk menyembah Dia." Pertanyaan tersebut menyiratkan, mereka memunyai pengetahuan akan datangnya Juru Selamat ke dunia ini. Jadi, rupanya Allah telah memberikan informasi kedatangan Sang Juru Selamat kepada seluruh peradaban di dunia ini.
Seluruh umat manusia berada dalam lingkup peradaban yang berbeda-beda. Bahkan, temanku berani menyatakan bahwa benua Amerika yang mungkin tidak disebut sama sekali dalam kisah Natal juga terwakili. Berdasarkan penyelidikan temanku itu, ada bukti kuat bahwa orang asli Amerika berasal dari Asia. Jadi, terbukti 'kan kalau seluruh peradaban menyambut kedatangan Yesus? Bagi temanku tersebut, penjelasan ini juga membuktikan bahwa nubuatan akan datangnya "keturunan perempuan yang akan meremukkan kepala ular" dalam Kejadian 3:15, sebenarnya sudah dimiliki oleh semua umat di dunia ini. Hanya setelah peristiwa menara Babel, semua informasi itu tercerai-berai dan menjadi tidak utuh lagi karena manusia kemudian tercerai-berai juga ke seluruh penjuru dunia.
Garis besarnya, kekaisaran Romawi menyediakan berbagai sarana untuk misi Tuhan di dunia, seperti transportasi dan komunikasi yang membuat misi kedatangan Sang Juru Selamat tergenapi serta memudahkan penyebaran Injil. Sementara, pemikiran Yunani yang berkembang menyiapkan suatu rasionalitas tersendiri bagi misi Tuhan ini. Kemudian, kemandirian budaya Yahudi memberikan ciri tersendiri dan identitas kuat bagi Yesus dan misi-Nya. Sementara, orang majus mengokohkan bahwa Yesus datang untuk seluruh umat manusia di dunia ini. Semua peradaban di dunia ini memberikan jalan bagi kehadiran Yesus di dunia. Aku merinding saat mendengar penjelasan temanku. Benar kata Alkitab bahwa kehadiran-Nya membawa kesukaan besar bagi seluruh bangsa.
Diambil dan disunting seperlunya dari:
Judul buku | : | My Favourite Christmas |
Penulis | : | Tim Penulis Gloria Cyber Ministries |
Penerbit | : | Penerbit Gloria Cyber Ministries, |
Yogyakarta 2006 | ||
Halaman | : | 70 -- 83 |
- Login to post comments
- 4048 reads