Klik x untuk menutup hasil pencarianCari di situs GUBUK
Tempat Terindah di Belantara Kota: Mengapa Gereja Ditinggalkan Anggotanya?
Submitted by admin on 13 July, 2010 - 16:05
Kategori: Gereja/Pendeta, Resensi Buku Cetak
|
Agar Gereja Tetap Indah, Sistemnya Berjalan sesuai Arah, Tanpa Resah Gelisah
Di dalam gereja, umumnya kita merindukan untuk menciptakan pelayanan yang aman dan damai dalam suasana hati yang tenang dan senang. Apa gerangan yang terjadi bila ada pemecatan pendeta yang kemudian menciptakan demontrasi, ketegangan ekstrim yang menyebar ke seluruh jemaat? Akibatnya dapat ditebak -- jumlah jemaat yang hadir menurun. Gereja terpaksa menelan kerugian yang signifikan, hilangnya dukungan finansial dari beberapa anggota lama yang meninggalkan gereja karena pemecatan. Perbincangan seputar anggaran menjadi persaingan, perdebatan dan kadang-kadang sangat tidak menyenangkan.
Banyak hal dijumpai dalam pelayanan gereja. Pelayanan anggota majelis akan dilihat, diperhatikan oleh jemaat. Jemaat yang satu tentulah memunyai persepsi yang berbeda terhadap pelayan yang dilihatnya. Pelayan yang dimaksud di sini adalah pendeta, penatua maupun anggota majelis gereja. Maka adalah wajar jika seorang jemaat menilai seorang pendeta dengan caranya sendiri. Ada jemaat yang mengatakan keberatannya akan sesuatu yang dilayankan oleh pendeta dan atau para penatua. Ada pula yang dengan terus terang menyatakan ketidaksenangannya dan menulis surat kepada majelis gereja dengan surat kaleng. Bahkan dewasa ini, acap terjadi seorang jemaat membuat sms dengan nada sinis atau menghina. Anehnya yang bersangkutan tidak menyebutkan secara terang siapa dirinya alias NN.
Memang benar, tata ibadat yang dimiliki gereja tentulah tidak selalu cocok dengan selera orang tua, selera kaum muda. Maka tidak jarang para jemaat secara diam-diam meninggalkan gereja asalnya, pindah ke gereja lain, tidak meminta surat keterangan. Akan tetapi hebatnya ketika tiba masanya dia dipanggil Tuhan, keluarga menjadi kelabakan, karena (rupanya) ada permintaan almarhum, agar acara penguburan tetap kembali ke gereja asalnya. Sikap yang terpujikah sikap jemaat seperti ini? Kita semakin menyadari bahwa persoalan egoisme dan kekhawatiran ini menjadi penghalang terbesar untuk memulihkan kasih Tuhan di gereja.
Buku ini menghadirkan renungan-renungan yang dapat memberikan dukungan atau semangat kepada para pelayan. Pemimpin yang melayani dalam nama Tuhan harus memeriksa motivasinya untuk melihat apakah ia betul-betul memuliakan Tuhan atau ada kepentingan lain. Kita harus pastikan bahwa saat kita meminta orang lain untuk ikut melayani dalam tujuan yang lebih tinggi, kita sendiri harus jujur melakukannya dengan sebaik-baiknya. Tuhan melayakkan pertobatan, tidak peduli seberapa suram masa lalu dengan curahan berkat melalui penjelmaan kasih-Nya. Tidak pernah ada kata terlambat untuk mengubah hati yang tidak patuh untuk kembali kepada Tuhan. Kita seyogianya melihat ke cermin dan bertanya, "Apa lagi yang bisa kulakukan?" daripada melihat ke luar jendela mencari seorang untuk disalahkan.
Buku ini mengingatkan bahwa dalam kelemahan jemaat harus disadari bahwa kasih yang Tuhan berikan kepada kita ternyata jauh lebih besar daripada setiap kesalahan atau kekeliruan dalam kepemimpinan. Adakah kita sudi memohon penyertaan Roh Kudus agar campur tangan di dalam masalah kita? Sikap saling mengasihi di antara jemaat akan menunjukkan karakteristik gereja Yesus. Kasih yang setia terhadap sesama menjadi fondasi dan reputasi gerejaNya, karena Yesus secara aktif memperbaiki gereja-Nya. Ia menggunakan orang dan pemimpin yang tak sempurna, yang bersedia menyerahkan kelemahan, harga diri dan kekhawatirannya dalam bimbingan Roh Kudus. Buku ini perlu dibaca guna memberikan pencerahan bagi jemaat, pekerja gereja, atau para pelayan di gereja.
Peresensi: Hotma L. Tobing
- Login to post comments
- 3894 reads