Menyerahkan yang Paling Berharga | GUBUK


Klik x untuk menutup hasil pencarianCari di situs GUBUK

Menyerahkan yang Paling Berharga


Kategori: Renungan

Seorang muda bertanya kepada Yesus, bagaimana caranya ia dapat memiliki hidup kekal. Yesus menyarankan agar ia melakukan seluruh perintah Allah. Namun, si pemuda mengaku telah terbiasa melakukannya sejak lama. Jadi, ia bertanya lagi, "Apa lagi, Yesus?" Tanpa bermaksud memojokkan, Yesus menjawab, "Satu hal lagi yang harus kaulakukan: Juallah segala yang kaumiliki dan bagi-bagikanlah itu kepada orang-orang miskin ..., kemudian datanglah kemari dan ikutlah Aku." Eh, bukannya senang pertanyaannya dijawab, si pemuda malah berubah menjadi amat sedih. Mengapa? Sebab ia tak rela kehilangan hartanya yang begitu banyak! Itu sebabnya Yesus berkomentar, "Alangkah sukarnya orang yang beruang masuk ke dalam Kerajaan Allah" (sebuah petikan kisah di Lukas 18:18-27).

Sebenarnya, aku cukup memahami apa yang dirasakan pemuda kaya ini. Ia tipikal anak muda yang sukses. Ia tak kekurangan. Hidupnya sudah ayem. Cukup kondusif hingga kemungkinan besar kondisi nyaman itu juga membantunya untuk menaati perintah-perintah Allah yang telah sejak lama diajarkan kepadanya -- barangkali dari orang tua, juga para pendidiknya. Dalam kondisi demikian itulah, sebenarnya ia ingin melayani dengan lebih baik lagi. Tentu saja dengan tetap menjadi orang kaya seperti saat itu. "Yah, kalau pelayanan butuh uang, kontak saja aku. Akan kutransfer, ok?" Begitu kira-kira.

Jadi, jawaban Yesus tentu mengejutkan dirinya. Bagaimana tidak? Mungkin dalam hati ia berolah pikir, "Kesuksesan yang sudah aku bangun susah payah, dengan keringat dan air mata selama belasan hingga puluhan tahun, masa mesti aku 'buang'? Masakan status dan gengsi sebagai orang terpandang yang telah melekat dalam diriku, mesti dilepas begitu saja hingga masyarakat menerimaku sebagai orang biasa? Bukan, bukan itu maksudku! Biarkan aku tetap kaya, sukses, dan terhormat seperti ini, dan aku akan bantu pekerjaan Tuhan." Bagi sang pemuda, kesuksesan, kedudukan, dan kekayaan yang sedang ia nikmati saat ini adalah hal-hal yang sangat penting baginya. Namun, justru itulah yang Tuhan minta. Sanggupkah ia melepaskan dan menyerahkannya?

Sekarang, izinkan aku melompat kembali ke zaman Perjanjian Lama. Aku ingat pada Bapa Abraham. Tentu kita tak ragu betapa besar ketaatan dan cintanya kepada Allah. Namun, saat Ishak, darah daging yang puluhan tahun telah dinanti, hadir dalam hidupnya, mau tak mau kasih Abraham banyak tercurah untuknya. Ishak pun merebut sebanyak mungkin perhatian dan kasih Abraham. Di antara hartanya yang berlimpah-limpah, hanya Ishaklah hartanya yang terutama. Yang paling ia kasihi. Yang ia prioritas dan utamakan. Lalu, di tengah cinta yang membara itu, apa yang Allah sabdakan? "Abraham, persembahkanlah Ishak sebagai korban bakaran kepada-Ku ..." (Kejadian 22:1-19). Allah tidak meminta seribu domba atau seribu unta ternak miliknya, tetapi Allah minta yang terbaik, yang paling dikasihi Abraham: Ishak!

Pada hari Natal ini, aku mencoba berefleksi pada dua peristiwa di atas. Ya, acap kali kita sebagai manusia memiliki keasyikan sendiri dengan berkat yang Allah taruh di hati kita. Berkat itu begitu indah dan menyenangkan sehingga tiap-tiap hari perhatian kita tercurah padanya. Itu sebabnya, kita bisa terkejut setengah mati bila Allah tiba-tiba meminta kita menyerahkan apa yang selama ini kita anggap paling berharga!

Apa yang Allah lakukan pada dua kisah di atas sesungguhnya mengingatkan pada kenyataan bahwa hanya Allah yang kita butuhkan dalam hidup ini! Dengan begitu, meski kadang berkat-berkat itu tidak ada, kita akan tetap hidup, sebab Allah saja sudah cukup! Ya, bukankah bencana alam dapat menyeret habis segala kekayaan kita dalam sekejap? Bukankah kematian juga dapat merenggut dan memisahkan kita dari orang-orang terkasih? Jadi, Allah harus selalu ada di atas segala berkat itu, sebab dari Dialah segala berkat itu berasal!

Natal adalah peristiwa yang menandai saat Allah juga telah memberikan yang terbaik, Seseorang yang dikasihi-Nya, semata untuk kita! Siapakah yang paling Allah kasihi? Anak-Nya sendiri! Dia sudah menyerahkan segala-galanya untuk kita -- Bayi yang lahir di kandang itulah milik Allah yang paling berharga. Ya, Allah sangat mencintai kita. Dia tahu kita sangat butuh Yesus untuk menebus dosa kita. Itu sebabnya, bahkan sebelum kita mengemis-ngemis memohon Allah turun pun, Allah sudah memberikannya bagi kita!

Jika Dia sudah lebih dulu menunjukkan kasih-Nya yang luar biasa bagi kita, bagaimana kita dapat menunjukkan betapa kita mencintai-Nya?

Yesus, ajar kami untuk menyediakan tempat terbaik di hati dan hidup ini untuk-Mu. Terima kasih atas kelahiran Yesus -- yang terbaik dari-Mu telah Kau kirimkan bagi kami. Ajari kami untuk mencintai-Mu di atas segalanya!

Diambil dan disunting seperlunya dari:

Judul buku : My Favourite Christmas
Penulis : Agustina Wijayani
Penerbit : Gloria Cyber Ministries
Halaman : 180 -- 184

Komentar