Kenapa Menulis Tangan unggul? | GUBUK


Klik x untuk menutup hasil pencarianCari di situs GUBUK

Kenapa Menulis Tangan unggul?


Kategori: Artikel

Sekarang ini sangat biasa di ruang kuliah mahasiswa sibuk mencatat penjelasan dosen dengan mengetik langsung di laptop. Bahkan, banyak pula yang merekam dengan gawai mereka atau memotret bahan kuliah. Mungkin dengan cara tradisional seperti mencatat dengan pena di atas kertas atau buku bukan lagi menjadi favorit mahasiswa dimanapun.

Menulis dengan tangan dianggap lebih lama sehingga tidak mempu mengejar semua perkataan dosen. Menulis dengan tangan mungkin juga telah sebagai kepingan masa lalu pada era serba digital yang mengesampingkan kertas seperti sekarang.
Namun dari hasil penelitian di berbagai perguruan tinggi terutama di Amerika Serikat ditemukan mahasiswa yang menulis dengan tangan ternyata lebih memahami konsep meski hanya menulis sedikit ketimbang yang mengetik langsung di laptop. Mereka yang menulis dengan tangan juga mampu mengingat lebih lama isi mata kuliah.

Para peneliti di Princeton University dan The University of California, Los Angeles, beberapa kali mengadakan eksperimen tentang mahasiswa yang menulis dengan tangan dan dengan gawai.

Mereka yang mengetik di laptop menulis kata lebih banyak ketimbang mereka yang menulis dengan tangan. Secara garis besar keduanya mampu menjawab apa saja isi kuliah dari dosen. Namun, ketika membahas konsep, mereka yang menulis dengan tangan jauh lebih memahami.

Ketika diminta menulis kata-kata apa saja yang mereka dengar dari dosen saat di ruang kuliah, mereka yang mengetik di laptop lebih sedikit menuliskan kata-kata tersebut. Apalagi ketika mereka diminta menjelaskan tentang konsep. Setelah seminggu, mereka yang menulis dengan tangan masih mengingat dengan jelas isi kuliah.

Menulis dengan tangan juga merupakan eksekusi dari beragam pekerjaan sekaligus mulai dari melihat, mendengar, hingga memilah. Menulis juga merupakan proses kognitif yang kompleks.

Mereka yang menggunakan gawai untuk membantu kegiatan kuliah sering kali tergoda dengan beraga, notifikasi yang muncul di jejaring sosial atau sekedar membalas surat elektronik. Jika tidak ada notifikasi, pesan-pesan lama kerap masih ingin dilihat meskipu tidak ada perubahan. Konsentrasi mereka mudah terpecah.

Selain itu, ada pula beberapa mahasiswa yang terbiasa menggunakan gawai di ruang kuliah gagal meraih nilai tinggi karena perangkat keras mereka mengalami gangguan menjelang ujian.

Meski teknologi digital banyak membantu manusia dalam berbagai bidang, banyak pula dosen di beberapa kampus di AS yang melarang siswa membawa gawai di ruang kuliah. Mereka ingin konsentrasi mahasiswanya tetap ke materi kuliah. Kebijakan ini berhadapan dengan banyak penentang.

Lebih sinkron
"Saya lebih suka mencatat dengan pena bukan di laptop. Saya lebih mengerti penjelasan dosen. Lagi pula catatan tulisan sendiri lebih enak dibaca sehingga saya lebih mengerti. Jadi antara tangan dan otak lebih sinkron ketimbang mengetik di laptop," kata Acho Jf pardosi, mahasiswa semester VI Jurusan Administrasi Niaga Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera utara, Medan.

Anco mengakui, dia pernah pula memanfaatkan gawai untuk merekam penjelasan kuliah dari dosen dan mendengarkannya kembali di rumah. Dia dapat memahami materi dosen tersebut. "Mengerti, tetapi saya seperti kerja dua kali karena mendengar semua dari awal,: ujar Acho.

Mutiara Ni Mahdania dari Program Diploma III Keuangan Spesialis Kebendaharaan Negara STAN juga mengaku lebih senang mencatat bahan kuliah dengan menulis ketimbang mengetik langsung di laptop. "Hanya kalau sedang malas saya merekam dengan smartphone" ujar Mutia.

Begitu pula dengan R Sofia A, mahasiswa semester IV Program Study Komunikasi Hubungan masyarat program Vokasi Universitas Indonesia. Dia lebih sering menulis ketimbang dengan gawai untuk menyimpan penjelasan dosen.
"Saya lebih mudah mengingat. Lagi pula saya tipe yang harus menyentuh dan merasakan untuk bisa mengerti. Bagi saya menulis catatan berarti saya juga merasakan emosi dan suasana sehingga ketika membaca kembali kata atau kalimat yang ditulis saya dapat mengingat konteks dan contoh kasus yang dibicarakan dosen," ujar Sofia.

Dia pernah mengandalkan gawai untuk mencatat, tetapi dia kurang dapat merasakan emosi dan suasana ketika tulisan itu dibuat. Ada penghalang, layar laptop menjadi barrier saya menyentuh tulisan," ujar Sofia.

Lain halnya dengan Saefulloh, mahasiswa semester VI Jurusan Kimia Fakultas Pendidikan matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Pendidikan Bandung. Dia terbiasa mencatat bahan kuliah dengan berbagai cara, yakni menulis dengan tangan, merekam penjelasan dosen, mengetik langsung di laptop dan memotret.

"Untuk materi kuliah yang memerlukan hitungan saya menulis dengan tangan karena perlu mencoret-coret. Sementara untuk lainnya saya terbiasa mengetik langsung di laptop karena saya menggunakan aplikasi yang memuat jadwal kuliah, materi kuliah dan dapat mengingatkan saya tentang penyerahan tugas dari dosen," kata Saefulloh.

Bagi dia cara apapun memberikan hasil yang diharapkan dan dapat mendukung satu sama lain. "Baru akan menjadi masalah jika saya malas mencatat dan tak punya catatan sama sekali," ujar Saefulloh yang memanfaatkan gawai untuk kuliah sejak semester II.

Di kampusnya, pemandangan biasa mahasiswa menggunakan gawai di ruang kuliah. Namun, ada beberapa dosen yang bersikap tegas dengan secara berkala memeriksa catatan kuliah mahasiswa. Ada pula yang tidak peduli dengan bagaimana metode mahasiswa menyimpan bahan kuliah.

Ada pun cara dan bagaimana proses mencatat materi kuliah yang kelian suka, tetapi sebaiknya tidak terlalu tergantung teknologi. Ada bainya tetap membawa alat tulis tradisional seperti pena dan kertas karena mungkin saja pemanfaatan gawai terkendala listrik yang kerap dikeluhkan layanannya. (TIA)

Diambil dari:

Judul surat kabar : Kompas, Selasa, 30 Juni 2015
Penulis artikel : Tia
Halaman : 34

Komentar