Klik x untuk menutup hasil pencarianCari di situs GUBUK
Ingat!
Submitted by admin on 20 December, 2010 - 11:31
Kategori: Renungan, Natal
"Maka dikumpulkannya semua imam kepala dan ahli Taurat bangsa Yahudi, lalu dimintanya keterangan dari mereka, di mana Mesias akan dilahirkan. Mereka berkata kepadanya: 'Di Betlehem di tanah Yudea, karena demikianlah ada tertulis dalam kitab nabi'" (Matius 2:4-5)
Ada sebuah realitas ironis yang dikemukakan penulis Injil Matius dalam paparannya tentang masa kanak-kanak Yesus. Pihak yang paling dekat dengan Kitab Suci, tulisan sakral yang merekam wahyu ilahi tentang kelahiran sang Mesias, justru tidak menyambut dengan antusias berita Natal yang berkumandang di Yerusalem. Sebaliknya, mereka yang tidak memiliki Kitab Suci, para majus dari Timur, yang notabene adalah orang-orang kafir, justru tidak mau melewatkan kesempatan untuk meliput peristiwa yang cuma sekali di sepanjang sejarah tersebut!
Siapa lagi yang paling dekat dengan Kitab Suci pada zaman itu selain para imam kepala dan ahli Taurat bangsa Yahudi? Pekerjaan mereka tidak lain adalah menggeluti Kitab Suci siang malam dan mengajarkan isinya kepada umat Allah. Jadi, pastilah mereka betul-betul tahu apa yang tertulis di dalamnya. Tidak seperti kebanyakan orang Kristen, yang memunyai Kitab Suci tapi tidak mengetahui sebagian besar isinya, karena memang jarang membacanya!
Buktinya, ketika Raja Herodes memanggil mereka dan menanyakan tempat kelahiran Sang Mesias menurut Kitab Suci, mereka sanggup memberikan jawaban yang akurat: "Di Betlehem, di tanah Yudea, karena demikianlah ada tertulis dalam kitab nabi: ...." Lihat! Mereka betul-betul menguasai isi Kitab Suci! Termasuk bagian-bagian yang berbicara tentang kelahiran sang Mesias!
Karena itu, sungguh aneh jika para elit rohani ini tidak menyambut dengan antusias berita kelahiran sang Mesias yang dibawa para majus ke Yerusalem! Lebih aneh lagi jika mereka tidak melakukan upaya sedikit pun untuk meneliti kebenaran berita tersebut! Ada apa gerangan?
Kitab Suci tidak menjawabnya. Ia membuat dan membiarkan para pembacanya bertanya-tanya. Membuka kesempatan bagi seribu satu kemungkinan yang ada untuk muncul di benak mereka.
Mungkin raja para rohaniwan ini terlalu sombong untuk menerima kenyataan bahwa berita kelahiran sang Mesias ternyata disampaikan Allah melalui orang-orang kafir. Pikir mereka, "Bukankah kami yang selama ini memegang dan menekuni Kitab Suci serta mengajarkannya kepada umat Allah? Seharusnya lewat kamilah Allah berbicara tentang Natal, bukan lewat orang-orang yang tak bersunat itu. Ah, tidak mungkin berita yang mereka sampaikan itu benar-benar berasal dari Allah. Omong kosong! Kami tidak mau menanggapinya!"
Atau, mungkin saja para elit rohani itu merasa posisi mereka sebagai pemimpin umat bakalan terancam dengan lahirnya sang Mesias. Mereka takut, jangan-jangan sebentar lagi keberadaan mereka tidak sepenting sekarang. Jangan-jangan, tidak lama lagi tempat mereka di hati umat akan diambil alih oleh sang Mesias. Jangan-jangan ....
Karena itu, betapa senangnya mereka waktu Herodes memanggil mereka dan menanyakan tempat kelahiran sang Mesias menurut Kitab Suci. Serta-merta mereka memberitahukannya. "Di Betlehem di tanah Yudea, karena demikianlah ada tertulis dalam kitab nabi." Sambil berharap, semoga saja Herodes yang kebakaran jenggot dengan berita itu segera merencanakan pembunuhan terhadap bayi Yesus. Kalau bayi itu mati di tangannya, bukankah ancaman terhadap kedudukan mereka tersingkir seketika dan tangan mereka tetap bersih? Pintar sekali!
Atau, mungkin saja ... ah, masih banyak kemungkinan lainnya. Bukankah dalamnya laut bisa diukur, tapi dalamnya hati siapa yang tahu? Kecuali sang Khalik!
Apa pun alasannya, yang pasti mereka inilah -- para imam kepala dan ahli Taurat -- yang pada kemudian hari muncul sebagai pihak yang memusuhi Mesias. Mereka berusaha mencari titik kelemahan-Nya, mencari-cari kesalahan-Nya, mengecam karya dan ucapan-Nya, menuduh-Nya yang bukan-bukan, berkomplot untuk menyingkirkan-Nya, memprovokasi massa untuk menentang-Nya, mendesak Pilatus sang penguasa untuk menyalibkan-Nya, mengolok-olok dan menghujat-Nya di bawah salib, dan pada akhirnya, setelah Kristus bangkit dari kematian, mengupahi para serdadu Pilatus untuk menyebarkan kabar bohong tentang pencurian mayat Yesus oleh para murid. Jelas sekali mereka tidak rela sang Mesias mengganggu-gugat posisi mereka sebagai pemimpin umat!
Kenyataan ini mengajarkan kepada kita bahwa yang namanya agama dan jabatan keagamaan tidak secara otomatis menjadikan pemiliknya pelaku firman dan kehendak Allah. Jika semangatnya egois, cuma mementingkan diri sendiri, atau hatinya sombong, menganggap dengan pengetahuan teologisnya ia bisa "mengurung" gerak Allah, pastilah agama dan jabatan keagamaan tidak akan membuatnya lebih dekat dengan Tuhan. Sebaliknya, semakin jauh, bahkan melawan Tuhan! Di tangannya, agama dan jabatan keagamaan bisa menjadi alat untuk mempertahankan posisinya dan menyingkirkan setiap lawannya! Kalau perlu, membungkam mulut Tuhan!
Ini peringatan yang penting bagi semua pengajar Kitab Suci -- pendeta, penginjil, penatua, dsb.. Termasuk saya. Jangan lupa diri! Ingat! Kita cuma hamba Tuhan! Tugas seorang hamba adalah mempersiapkan jalan bagi Tuhannya, lalu, ketika Tuhan datang, menyingkir secepatnya dari jalan itu, supaya semua orang memandang kemuliaan Tuhannya!
Diambil dan disunting seperlunya dari:
Judul buku | : | Harta Karun Natal |
Judul asli artikel | : | Eling! |
Penulis | : | Erick Sudharma |
Penerbit | : | Penerbit Mitra Pustaka |
dan Literatur Perkantas, | ||
Jawa Barat 2005 | ||
Halaman | : | 57 -- 62 |
- Login to post comments
- 3318 reads