Peranan Buku dalam Keluarga | GUBUK


Klik x untuk menutup hasil pencarianCari di situs GUBUK

Peranan Buku dalam Keluarga


Kategori: Artikel

"Saya ingin bermain-main dengan Snowy," kata seorang anak laki-laki yang tinggal di rumah sebelah.

Ibu anak itu tahu apa yang sedang dibicarakan anaknya, menjawab, "Baiklah, jika kau bertemu dengan Tintin, tanyakan bagaimana kabarnya dengan Profesor Calculus."

Bagi para pembaca "Kisah Petualangan Tintin" karangan Herge, tokoh-tokoh seperti Tintin, Kapten Hadock, dan Prof. Calculus, tak asing lagi. Kita telah bertemu dengan mereka dalam satu cerita, dan kehidupan kita selalu akan diperkaya karena mereka telah menjadi kawan-kawan kita.

Itulah dampak yang diberikan oleh sebuah buku. Buku memperkenalkan kita kepada orang banyak dan tempat-tempat yang tak kita kenal. Sebuah buku yang baik merupakan sebuah pintu gerbang menuju suatu dunia yang lebih lebar dari keajaiban, keindahan, kesenangan, dan petualangan. Buku merupakan pengalaman yang membuat kita bertumbuh, yang menambahkan sesuatu ke dalam kehidupan batiniah kita.

Anak-anak dan buku berjalan seiring dalam suatu cara yang istimewa. Gladys Hunt dalam "Honey for A Child's Heart: The Imaginative Use of Books in Family Life", tidak dapat membayangkan kesukaan yang terlebih besar selain membimbing pikiran seorang anak yang masih jernih dan lentur kepada pengenalan akan Allah dan banyak hal yang memperkaya pengalaman yang diberikan-Nya kepada kita supaya kita nikmati. Ini merupakan hak istimewa setiap orang tua dan buku merupakan sarana yang paling bermanfaat. Anak-anak tidak akan tertarik kepada buku yang baik dengan sendirinya; mereka harus diperkenalkan kepada permainan kata yang menakjubkan yang dirancang sedemikian rupa sehingga memberi dampak sukacita dan keajaiban yang murni.

Seorang profesor tua dalam bidang jurnalisme pernah berkata, "Betapa indah dan misteriusnya untaian kata! Sungguh suatu kekayaan yang luar biasa bagi mereka yang menguasainya!" Kita sendiri sering mendambakan untuk bisa menguasai penggunaan kata-kata yang penuh misteri, yang membawa lambang-lambang tertentu dalam gagasannya. Memang apa yang dikatakan profesor tadi benar.

Ambillah semua kata yang ada dalam kosakata manusia dan bacakanlah dari kamus, yang Anda miliki hanyalah sederetan kata yang amat panjang. Tetapi dengan kreativitas dan imajinasi, Allah telah mengaruniakan kepada manusia sehingga kata-kata dapat mengalir bersama dalam aturan yang benar dan memberikan makna yang mendalam. Setiap anak seharusnya mengetahui betapa nikmatnya membaca kata-kata yang dipilih dengan hati-hati sehingga membangkitkan kepekaan, emosi yang kaya, dan pengertian yang benar. Ini adalah keajaiban penggunaan kata - suatu sentuhan yang bernada supernatural, suatu komunikasi yang memberi pelayanan kepada jiwa-jiwa, suatu bakat pemberian Allah.

Kita tidak boleh salah memperhitungkan penggunaan kata dalam pemikiran yang kreatif. Peribahasa mengatakan, "Sebuah kata bila diucapkan dengan tepat sama seperti apel emas dalam pinggan perak." Kata yang tepat pada tempat dan waktu yang tepat merupakan suatu pemberian yang luar biasa. Sebaliknya, penggunaan kosakata yang miskin pasti akan menghasilkan gagasan serta imajinasi yang terbatas. Namun, penggunaan kata-kata yang benar dalam suatu kosakata yang baik akan memberikan bahan-bahan yang tepat untuk melengkapi pikiran kita dan membawanya kepada suatu ekspresi penggunaan kata yang lebih kaya.

Sungguh menyenangkan untuk mendorong suatu kesadaran pribadi akan pemakaian kata dalam diri seorang anak - merdunya suara, warna dan ragam kata tersedia untuk dimanfaatkan. Melalui buku yang baik dan tepat, anak dapat mengalaminya. Buku memiliki kekuatan untuk membangkitkan emosi, suatu perasaan akan keyakinan spiritual, suatu perluasan batin yang memenuhi kehidupan seorang anak sampai penuh sehingga "tahun-tahun mendatang tidak akan semakin kering".

Menurut harian Kompas yang mengutip majalah Motherhood, 50 persen tingkat intelegensi anak mulai terbentuk pada usia 4 tahun dan 30 persen pada usia 8 tahun. Itulah sebabnya, memilih buku yang baik sangat menentukan perkembangan intelegensi mereka.

Prof. Janine Despinette dari Perancis, seorang ahli anak dan kritikus buku anak, mengatakan bahwa bila anak diperkenalkan dengan buku bacaan sejak usia dini, mereka kelak bisa dengan mudah membaca buku-buku lain, mempelajari ilmu pengetahuan. Buku anak yang baik harus memiliki nilai edukatif, menghormati hak anak, menghormati agama, dan memiliki kualitas sastra. Dalam dongeng pun harus ada unsur pendidikannya.

Penulis harus mampu memilih kata-kata yang dapat merangsang imajinasi anak. Ia juga harus menghormati hak anak; buku yang baik tidak bersifat mengajar anak, tetapi pengarang dan anak bersama-sama menjalani dan mengenal sisi-sisi yang diceritakan.

Gambar tidak selalu dibutuhkan. Berdasarkan tingkat usia anak, ilustrasi dalam buku bacaan berangsur-angsur harus semakin dibatasi. Memasuki usia 12 tahun pemberian ilustrasi sudah tak dibutuhkan lagi. Anak harus mampu mengidentifikasikan dirinya dengan tokoh, berimajinasi tentang tokoh, tempat, atau kejadian yang dibacanya.

Walaupun dalam buku anak ada nilai pendidikan di dalamnya, namun peran orang tua tetap tak dapat diabaikan. Mereka harus memilihkan buku, membacakannya kepada anaknya sesuai dengan usia dan tingkat pengetahuannya. Kalau anak tak mengerti, orang tua bisa langsung menjelaskannya.

Tingkat usia serta pengetahuan anak berhubungan dengan jenis cerita dan banyaknya karakter. Untuk anak usia dini, jangan terlalu banyak dan tokoh utamanya harus jelas. Orang tua juga harus mendalami jalannya cerita sehingga ia bisa menyampaikan pesan-pesan cerita secara mantap. Diusahakan juga agar anak bisa mengantisipasi jalannya cerita sehingga sedikit demi sedikit ia belajar logika dan merangsang minat bacanya.

Buku dan pengalaman berjalan seiring. Dalam suatu acara keluarga, berkemah di tepi sebuah danau di tengah-tengah hutan, Gladys Hunt teringat akan pengalaman yang mendalam suatu pengalaman yang tidak biasa terutama bagi anak-anak. Mereka mengamati warna cakrawala yang memerah tatkala matahari tenggelam di kaki langit di seberang danau dan bayang-bayang pepohonan yang semakin kelam. Mereka merasakan sedikit demi sedikit pasir yang hangat berubah menjadi semakin dingin. Kemudian datanglah kegelapan. Mereka duduk di sekitar api unggun dan mendengarkan suara malam. Kuping-kuping yang masih muda mendengar suara-suara yang tak dapat ditangkap oleh kuping-kuping yang sudah tua. Mereka mencoba mengekspresikan apa yang mereka dengar dalam kata-kata.

Suara katak jantan yang dalam terdengar di kejauhan, letupan kayu yang terbakar menimbulkan percikan-percikan api yang berkedip-kedip seperti kunang-kunang. Menjelang malam mereka melihat bulan bergerak di atas pepohonan sebelum kami berjalan pulang. Mereka merasakan keindahan: mereka mendengar dan melihatnya. Mereka mencoba menuliskannya dalam kata-kata. Obrolan saja tidak memperkaya; tetapi kata yang tepat dapat. Kata-kata yang dipilih dengan baik hanya perlu sedikit dan dapat menyimpan nikmatnya sebuah pengalaman.

Karena kata-kata merupakan cara kita mengomunikasikan pengalaman, kebenaran, dan situasi, maka siapa yang seharusnya tahu bagaimana menggunakannya secara lebih kreatif, selain daripada orang Kristen? Dunia sedang membutuhkan orang-orang kreatif yang dapat mengutarakan kebenaran dalam kata-kata yang mengomunikasikannya dengan penuh makna kepada orang lain dalam situasi manusia.

Namun tragisnya, orang Kristen sering kelihatannya bersikap malu-malu dan miskin dalam ekspresi manusia dan kreativitas. Sebagian dari keadaan sulit ini berasal dari suatu konsep yang salah tentang apa yang benar dan apa yang salah. Ketakutan terkena kontaminasi telah membuat orang percaya bahwa hanya orang yang berpredikat Kristen saja yang aman. Peran kita selaku orang tua ialah mengajar anak-anak kita bagaimana mencari dan menikmati kekayaan Allah dan menolak apa yang tidak berarti bagi Dia.

Anak-anak merupakan makhluk yang paling bebas dan paling imajinatif. Mereka menyukai permainan kata-kata yang lucu dan memiliki keterampilan spektakular untuk belajar. Gladys berpendapat bahwa kita harus menghargai rasa ingin tahu dan persaingan mereka dengan memperkenalkan buku-buku yang baik kepada mereka. Buku-buku yang potensial yang dapat membentuk kepekaan spiritual yang utuh dan sehat dalam diri anak yang memiliki kapasitas untuk menikmati Allah dan kelak berguna bagi Dia.

Semua buku yang baik selalu dapat dipakai oleh Allah dalam perkembangan seorang anak karena sebuah buku yang baik memiliki substansi spiritual yang murni, bukan hanya sekadar kenikmatan intelektual. Buku juga menolong anak untuk mengetahui apa yang harus dicarinya dalam hidup. Itu sama dengan mengembangkan kuncup daun dalam pikirannya sementara seorang anak belajar untuk menikmati apa yang dilihatnya, apa yang didengarnya, mengalami, kemudian menempatkannya dalam suatu kerangka yang berguna.

Apa yang tidak lazim menjadi dikenal dan nyata melalui buku. Apa yang menggelikan akan menolong anak untuk melihat segi humor dalam hidup mereka sendiri. Pengertian yang simpatik merupakan produk sampingan dari saling berbagi emosi orang lain melalui kisah-kisah. Buku tidaklah dapat menggantikan kehidupan, tetapi suatu kesenangan yang lebih tajam menjadi kenyataan berkat adanya buku.

Menikmati kehidupan ini bukanlah masalah sepele. Unsur-unsur mengenai hal yang menakjubkan ini hampir musnah dalam dunia masa kini yang dipenuhi oleh peralatan mekanis dan zaman ruang angkasa. Membiarkan seorang anak kehilangan hal-hal ini sama dengan membuatnya buta dan tuli sepanjang hidupnya. Anak-anak memiliki kelenturan pikiran yang luar biasa. Bayangkan seorang anak yang belum pernah membaca tentang naga dan unicorn (kuda bertanduk satu)! Bayangkan seorang anak yang tidak tahu bahwa ada serangga kecil yang hidup di sebuah lubang di pohon atau di sebuah celah batu karang! Itulah jenis keajaiban yang dapat diberikan, tetapi ketika seorang anak bertambah usianya, ia akan memberi respons dengan kepekaan berupa sebuah kalimat dalam sebuah bait puisi: "Salju adalah keheningan yang paling indah di dunia."

Sebagai orang tua janganlah Anda menolak bila anak Anda meminta dibacakan sebuah cerita. Rasa aman yang hangat dari makhluk kecil yang berbaring berdekatan di sebelah Anda, gambar-gambar indah yang membantu jalannya cerita, sambil mendengarkan irama kata-kata, tertawa pada waktu yang tepat karena melihat seorang polisi menghentikan keramaian lalu lintas karena seekor induk bebek dan kedelapan anaknya ingin menyeberangi jalan.

Tetapi kenikmatan tersebut tidak berakhir dengan anak-anak yang senang duduk di pangkuan Anda. Pengalaman bersama anak-anak yang sudah besar juga sama menariknya. Membacakan kisah "Laura Ingalls Wilder" mengenai perintisan kehidupan di prairi, keluarga Anda dapat merasakan hangatnya kabin, aroma roti bakar, mendengar badai salju menggelora di luar rumah, dan mengalami bersama Laura mendengar ayah menyanyi dan memainkan biola di depan api unggun. Secara tidak langsung kita dapat merasakan keyakinan sebuah keluarga dalam menghadapi bahaya dan kekerasan hidup.

Gladys juga menekankan bahwa buku benar-benar dapat menanamkan suatu rasa aman. Anak-anak bertemu dengan orang lain yang berbeda latar belakangnya, agamanya, dan kulturnya. Mereka belajar menerima perasaan karena ada perbedaan dan rasa takut, yang merupakan akibat dari kesalahpahaman. Geografi juga melanda ruang keluarga ketika anak-anak mengunjungi keluarga dari negara/daerah lain dan dunia kelihatannya cukup ramah.

Menghadapi kegagalan dan tragedi bersama tokoh-tokoh dari sebuah cerita dapat membuat seorang anak seolah mengalaminya sendiri pengalaman yang berkaitan dengan keberanian dan kesetiaan. Menangis dan bersukacita dengan orang lain - ini merupakan awal dari suatu hati yang berbelas kasihan.

Keberanian dipindahkan melalui para pahlawan dalam tokoh cerita. Keberanian bukan menjadi hak seorang manusia super. Justru di dalam hati mereka yang mendedikasikan dirinya pada kebenaran dan kehormatanlah, jenis kepahlawanan seperti ini dapat dikenali. Anak-anak mencintai kisah tentang Daniel, Daud, dan Yusuf karena alasan-alasan yang sama dan memperoleh pengertian yang lebih mendalam tentang hubungan keberanian dan iman.

Seorang anak praremaja pernah membaca buku berjudul "Call It Courage" sampai empat kali ketika ia berusia 9 tahun. Dalam masa memasuki dunia remaja antara menjadi seorang anak dan seorang remaja, ia membutuhkan sebuah model bagi dirinya. Buku tersebut memenuhi keinginan hatinya dengan hal-hal yang ideal dan integritas melalui cara-cara yang praktis yang sulit diukur pengaruhnya. Ia berkata, "Buku tersebut membuat saya merasa berani dan kuat!"

Setiap orang tua yang membacakan cerita untuk anak-anaknya dan setiap guru yang melakukan hal ini mengalami bahwa anak selalu tidak puas dengan mendengar satu pasal saja. Mereka ingin dibacakan satu pasal lagi.

Gladys sendiri sebagai seorang guru mengetahui senangnya membawa anak-anak ke dalam suatu petualangan melalui sebuah cerita - heningnya ruang kelas, pandangan yang penuh perhatian yang terlihat pada wajah anak-anak, dan napas panjang yang dilampiaskan ketika kisah itu berakhir. Cerita yang baik mengikat kita bersama dalam suatu pengalaman. Kisah sastra yang bermutu selalu membangun kepribadian para pembacanya. Buku akan terus menjadi suatu pengaruh jauh melebihi sekadar kata-kata yang didengar oleh anak-anak.

Sebagai orang tua Kristen kita berhadapan dengan masalah membangun pribadi anak seutuhnya - orang-orang yang hidup secara emosional, rohani, dan intelektual. Perintah untuk mengajar anak sebagaimana mestinya seharusnya mencakup lebih banyak daripada sekadar mengajarkan fakta-fakta mengenai Injil. Tugas itu juga termasuk melatih karakter anak, memberinya cita-cita yang tinggi, dan mendorong anak untuk memiliki integritas. Tugas itu juga termasuk menyediakan wawasan yang luas, pola berpikir yang kreatif, dan rasa ingin tahu yang imajinatif - suatu pandangan yang memadai terhadap Allah dan dunia-Nya.

Seorang anak tidak akan pernah benar-benar menghargai yang terbaik tanpa mengalami penebusan secara pribadi. Tetapi banyak orang yang sudah ditebus pun, hidup di dalam dunia dengan perasaan tidak aman karena ia tidak pernah berjalan bersama Allah ke dalam suatu tempat yang lebih luas yang ada dalam Kerajaan-Nya. Kita memiliki buku dan Alkitab yang harus digunakan dengan bijak demi kemuliaan Allah.

Seorang anak dengan pikiran yang masih murni, dan suatu dunia di hadapannya kepada harta karun apakah Anda akan memimpinnya? Dengan apakah Anda akan melengkapi jiwanya?

Sumber:

  1. Gladys Hunt, Honey for a Child's Heart: The Imaginative Use of Books in Family Life (Grand Rapids, Michigan; Zondervan Books, 1969).
  2. "Buku yang Baik Merangsang Imajinasi", Kompas Minggu, 19 Sepetember 1993.

Diambil dari:

Nama majalah : Kalam Hidup, No. 620,
September 1995, tahun ke-65
Penulis artikel : Tea
Penerbit : Yayasan Kalam Hidup, Bandung 1995
Halaman : 4 -- 9

Komentar