Klik x untuk menutup hasil pencarianCari di situs GUBUK
Pandangan Agama Kristen Tentang New Morality
Submitted by admin on 15 March, 2007 - 11:48
Kategori: Resensi Buku Cetak
|
Pornografi, seks bebas, termasuk juga perceraian, saat ini terlihat sebagai sesuatu yang sudah biasa terjadi, sesuatu yang lumrah. Di sisi lain, kondisi demikian ini memang tidaklah mengherankan, mengingat hal-hal tersebut merupakan perwujudan dari model moralitas baru yang berlaku dan mungkin telah berakar tanam dalam tatanan masyarakat saat ini.
Dengung moralitas baru atau "new morality" sebenarnya sudah berlangsung sejak lama. Perkembangan pemikiran ilmiah dalam aspek humanisme, filsafat, teologia, sosiologi, darwinisme, dan psikologi berbagian dalam menghadirkan "new morality". Semua ini dikupas dengan baik oleh Dorothy I. Marx dalam bukunya, "Pandangan Agama Kristen tentang New Morality".
Dorothy Marx mengawali dengan sebuah penekanan bahwa etika bergantung dan justru berasal dari teologia (hal. 10), bahwa moralitas sama sekali tidak dapat dipisahkan dari ketuhanan dan pengenalan akan Allah (hal. 12). Itulah sebabnya, "defective theology" menyebabkan "defective morality"; cacat teologi menyebabkan cacat moral (hal. 13).
Selanjutnya, beliau mengupas "old morality" sebagai respons dan sikap umat Kristen dan negara-negara yang merasa dirinya Kristen terhadap segala hukum dan kehendak Allah yang dinyatakan dalam Alkitab (hal. 13). Moralitas inilah yang diperhadapkan pada "new morality", sebagai reaksi yang mengganti kepercayaan kepada Allah dengan kepercayaan terhadap diri sendiri dan ilmu-ilmu tertentu.
Kita perlu mewaspadai dua pilar utama dalam "new morality", yaitu etika situasi dan kasih. Penulis memaparkan betapa perkembangan pemikiran dari berbagai aspek (meliputi humanisme, filsafat, sosiologi, psikologi, darwinisme, bahkan teologia, khususnya teologia "God is Dead" dari Friedrich Nietzsche) telah memicu kehadiran "new morality". Dalam etika situasi, benar atau salah harus dipertimbangkan dalam setiap keadaan berdasarkan pertimbangan fisik, psikologis, dan materi; bukan "benar" atau "salah", melainkan apakah tindakah itu bertanggung jawab atau tidak (hal. 48).
Mengenai pilar kedua, yaitu kasih, penulis mengingatkan kita agar tidak keliru membedakan kasih berdasarkan Alkitab dengan kasih berdasarkan "new morality". "New morality" lebih berfokus pada kasih eros. Mengenai ini, penulis menguraikan empat hal berikut (hal. 60 -- 62).
- Eros tidak akan selalu berakhir dengan pernikahan.
- Eros harus dikontrol dan diberi disiplin.
- Eros harus dipelajari dan diketahui secara matang dan mendalam.
- Eros harus tunduk kepada Allah.
Meskipun terkesan ilmiah, buku kecil ini tidaklah rumit untuk dipahami. Dengan pembahasan yang demikian padat, buku ini jelas menjadi berharga bagi siapa saja yang ingin mengenal "new morality",latar belakangnya, dan efek-efek yang ditimbulkannya. Malahan, bisa jadi mata Anda akan terbuka setelah membaca buku ini, bahwa ada begitu banyak praktik-praktik moralitas baru yang tersebar di sekitar kita.
Peresensi: Raka
- Login to post comments
- 27696 reads