Mengapa Membaca? | GUBUK


Klik x untuk menutup hasil pencarianCari di situs GUBUK

Mengapa Membaca?


Kategori: Artikel

"Membaca untuk mengisi kembali sumber-sumber inspirasi," adalah nasihat Harold J. Ockenga, yang membawa satu koper penuh berisi buku pada waktu berbulan madu.

Aturan membaca yang terkenal dari Bacon adalah:


"Kita membaca bukan untuk menentang atau membantah, bukan untuk percaya dan menganggapnya benar, bukan untuk mendapatkan pembicaraan atau pembahasan, melainkan untuk menimbang dan memikirkan. Beberapa buku harus diuji, yang lain harus ditelan saja, serta beberapa yang lain perlu dikunyah dan dicernakan."

Penulis lain menyatakan pendapatnya bahwa jika kita membaca karena kita ingin memenuhi pikiran kita seperti satu gudang besar, atau kita ingin merasa hebat, atau dianggap berpendidikan, maka hal itu tidak ada gunanya atau lebih buruk daripada itu.

Seorang pemimpin rohani harus membaca untuk membangun rohaninya dan menarik manfaat dari padanya, dan hal ini akan sangat memengaruhi pemilihan buku bacaannya. Ada beberapa orang penulis yang buku-bukunya menantang hati dan nurani, serta mengangkat kita makin tinggi. Bacaan yang memberikan dorongan dan inspirasi seperti itulah yang harus dihargai.

Seorang pemimpin rohani harus membaca untuk merangsang akalnya. Ia harus memiliki beberapa buku yang memberikan latihan berpikir, yaitu sesuatu yang menggugah kekuatan akalnya sampai sedalam-dalamnya, merangsang pemikiran, dan menimbulkan gagasan-gagasan baru. Ia harus membaca untuk mengembangkan gaya dalam khotbah, pengajaran, dan tulisannya. Untuk hal ini, tidak seorang pun dapat menyamai tulisan para penulis besar itu, yang memperluas perbendaharaan kata kita, mengajar kita untuk berpikir, dan mengajar kita berbicara dengan tajam dan memberikan dorongan.

Pada waktu membicarakan para penulis yang terkenal, Dr. Tozer menyarankan "John Bunyan untuk tulisan yang sederhana, Joseph Addison untuk tulisan yang jelas dan bagus, John Milton untuk tulisan yang agung dan meningkatkan pikiran, Charles Dickens untuk tulisan yang lincah, dan Francis Bacon untuk tulisan yang ringkas dan berbobot". Bacon sendiri menyatakan bahwa "sejarah menjadikan orang bijaksana, puisi menjadikan orang fasih lidah, matematika menjadikan orang cerdik, filsafat menyebabkan orang berpikir dalam, moral menjadikan orang bersikap sungguh-sungguh, logika dan ilmu berpidato menjadikan orang berani mengeluarkan pendapat."

Seorang pemimpin juga harus membaca untuk memperoleh keterangan. Belum pernah tersedia bahan keterangan yang begitu luas, yang dapat dijangkau oleh seorang pembaca seperti masa sekarang ini. Sebagian besar keterangan dapat diterima melalui bacaan. Oleh sebab itu, ia harus membaca agar dapat maju terus mengikuti zamannya, dan harus memperoleh keterangan yang cukup baik di bidangnya.

Ia harus membaca agar memunyai persekutuan dengan orang-orang yang besar. Melalui tulisan-tulisan mereka, kita dapat mengadakan persekutuan dengan orang-orang besar yang takut kepada Allah sepanjang zaman.

Bahkan, pengaruh baik sebuah buku saja tidak mungkin diperkirakan. Benyamin Disraeli dalam bukunya "Curiosities of Literature", memberi judul salah satu pasalnya "The Man of One Book", dan memberikan sejumlah contoh mengenai pengaruh baik dari satu karya tertentu. Pada waktu membaca sejumlah riwayat hidup orang Kristen yang dipakai Allah dengan cara yang unik pada abad yang lalu, penulis berkali-kali melihat bahwa buku yang sama, telah menimbulkan krisis dalam kehidupan mereka dan menyebabkan suatu revolusi dalam pelayanan mereka. Buku itu berjudul "Lectures on Revivals of Religion" oleh Charles G. Finney.

Di lain pihak, siapa yang dapat mengukur pengaruh jahat sebuah buku, seperti misalnya "Mein Kampf" yang ditulis oleh Hitler? Siapa yang dapat mengukur kerusakan rohani yang ditimbulkan oleh buku Uskup Robinson yang berjudul "Honest to God?"

Diambil dari:

Judul Buletin : Sahabat Gembala, Edisi Maret 1994
Penulis : J. Oswald Sanders
Penerbit : Yayasan Kalam Hidup, Bandung 1994
Halaman : 34 -- 35

Komentar