Pengalaman penulis dengan Ibu yang membacakan buku setiap malam menciptakan kebiasaan membaca yang kuat dalam keluarga, menginspirasi seluruh anggota keluarga untuk terus membaca sepanjang hidup mereka. Kegiatan membaca ini tidak hanya memperluas pengetahuan, tetapi juga memberikan pelarian emosional, membantu penulis menghadapi tantangan hidup, serta membawanya kembali ke kenangan indah masa kecil saat membaca.
- Ibu membacakan buku
- membaca buku
- kebiasaan membaca
- pembaca rajin
- kolese Yesuit
- surga membaca
- melepas emosi
- Pengalaman membaca bersama ibu setelah makan malam membentuk kebiasaan membaca yang kuat dalam keluarga.
- Ibu memiliki kemampuan luar biasa dalam membacakan buku sehingga menarik perhatian seluruh keluarga.
- Seluruh keluarga termasuk penulis menjadi pembaca rajin, dengan fokus pada berbagai genre buku.
- Ayah sering membaca buku berat seperti sejarah, sementara ibu lebih suka novel dan buku religius.
- Kebiasaan membaca berlanjut hingga akhir hayat orang tua dan diwariskan kepada generasi selanjutnya.
- Rumah keluarga dipenuhi ribuan buku, menciptakan suasana yang mendukung kegiatan membaca.
- Membaca menjadi pengalaman yang menyenangkan dan teraputik, memperluas wawasan dan memberi kebebasan emosional.
- Membaca juga membantu penulis untuk menghadapi tantangan dan pengalaman hidup dengan lebih baik.
Saya tidak ingat buku pertama yang saya baca. Tetapi yang saya ingat betul adalah bahwa dirumah kami sesudah makan malam Ibu selalu membacakan buku bagi kami, anak-anaknya. Setiap malam, selama setengah sampai satu jam. Kehebatan Ibu membacakan buku tiada tandingnya. la termasyur tidak hanya dalam keluarga kami sendiri. Bahkan kalau keluarga jauh bertemu, mereka pun menghararapkan Ibu membacakan sesuatu. Cara membacakan, di satu pihak tenang dan jelas, tetapi di lain pihak sedemikian rupa sehingga seluruh keterangan dari cerita yang dibacakan itu terkomunikasi dengan baik dan ia selalu kesulitan untuk berhenti karena kami selalu mendesak supaya jangan berhenti dulu.
Termasuk sesudah Ayah kembali dari Perang Dunia II dan tiga tahun menjalani tahanan di Rusia, Meskipun dilarang, di siang hari saya sering mencuri-curi membaca Buku yang dibacakan Ibu, membaca lebih dulu karena tidak tahan ketegangan harus menunggu.
Karena Ibu membacakan buku untuk kami, tanpa kecuali kami sekeluarga sejak kecil menjadi pembaca yang rajin. Sesudah makan malam, Ibu dan Ayah selalu duduk di ruang utama sambil membaca buku. Ayah membaca buku yang berat; kebanyakan buku sejarah, kadang-kadang buku teologi, atau buku tentang keadaan di bagian lain bumi ini. lbu saya suka membaca novel, terutama yang ditulis dalam bahasa Inggris, tetapi ia juga suka membaca buku-buku religius, misalnya tulisan visi tentang Yesus. Begitu pula saya dan adik-adik saya menjadi pembaca yang asyik. Sesudah lbu membacakan buku bagi kami, kami melanjutkan dengan membaca buku kami masing-masing. Ayah dan lbu melakukan kebiasaan membaca mereka sampai akhir hidup. Di rumah mereka, kemudian juga di rumah adik-adik saya, terkumpul ribuan buku; banyak yang cukup berharga, sangat menarik, dan bermutu tinggi. Di dinding gang-gang, dan di semua kamar di rumah keluarga saya, ada rak-rak penuh dengan buku. Sehingga di kemudian hari saya berkali-kali pulang, waktu bisa habis dengan membaca-baca buku saja. Kadang-kadang saya membaca buku yang saya baca sewaktu anak-anak dan merasakan kembali nikmatnya waktu itu.
Melihat kembali ke masa muda di Kolese Yesuit itu, saya menyadari bahwa membaca itu betul-betul menjadi surga bagi saya. Membaca itu tidak hanya memperluas cakrawala, melainkan juga merupakan pelepasan emosional dan membantu mengatasi kesulitan-kesulitan. Membaca juga berarti membiarkan di ditarik keluar dari penjara perhatian berlebihan pada diri sendiri, melihat dunia, manusia, mengalami tantangan, terangsang dalam fantasi, bersemangat untuk melakukan Sesuatu.
Diambil dan disunting dari:
| Judul majalah | : | Jendela Dunia Pustaka (Vol.3 No.4 Desember 2004) |
| Penulis artikel | : | Frans Magnis-Suseno |
| Halaman | : | 1 |