Klik x untuk menutup hasil pencarianCari di situs GUBUK
Diciptakan dalam Sebuah Tarian Ilahi
Submitted by admin on 17 July, 2006 - 10:38
Kategori: Resensi Buku Cetak, Hidup Kristen
|
Sebab Engkaulah yang membentuk buah pinggangku,
menenun aku dalam kandungan ibuku.
Aku bersyukur kepada-Mu
oleh karena kejadianku dahsyat dan ajaib;
ajaib apa yang Kaubuat,
dan jiwaku benar-benar menyadarinya.
Tulang-tulangku tidak terlindung bagi-Mu,
ketika aku dijadikan di tempat yang tersembunyi,
dan aku direkam di bagian-bagian bumi yang paling bawah;
mata-Mu melihat selagi aku bakal anak,
dan dalam kitab-Mu semuanya tertulis hari-hari yang akan dibentuk,
sebelum ada satupun dari padanya.
- Mazmur 139:13-16
Sahabatku,
C.S. Lewis pernah menyebut Allah Tritunggal sebagai "hampir... seperti sebuah tarian." Wah, kalau dikaitkan dengan penciptaan, bisa dikatakan kita ini diciptakan dalam sebuah tarian ilahi, ya?
Sebagai penggemar film animasi, aku mencoba membayangkan tarian penciptaan manusia divisualisasikan dalam sebuah animasi megah. Digarap dengan gambar tangan oleh artis-artis yang mumpuni, diperhalus dengan teknik digital. Latar belakangnya musik klasik. Dalam bayanganku, hubaya-hubaya bisa menandingi Fantasia-nya Disney. Dan, bayangkanlah, engkau mendapatkan kehormatan untuk menyaksikan pertunjukan perdananya!
Kau memasuki gedung pertunjukan dengan hati berdegup penuh penantian. Ruangan dipenuhi musik lembut, dan setelah kau duduk di kursi yang empuk nyaman, lampu-lampu pun mulai diredupkan. Tirai layar menggulung ke atas, seolah menyibakkan lembar-lembar sejarah, dan engkau diundang untuk menyusuri lorong waktu hingga ke permulaan zaman. Tidak lama lagi, karya indah itu siap digelar di hadapanmu....
Penciptaan!
Allah berfirman, maka jadilah terang.
Allah berfirman, maka jadilah cakrawala.
Allah berfirman, maka jadilah daratan dan lautan.
Allah berfirman, maka jadilah tumbuh-tumbuhan di bumi.
Allah berfirman, maka jadilah benda-benda angkasa.
Allah berfirman, maka jadilah makhluk-makhluk laut dan burung-burung di udara.
Allah berfirman, maka jadilah segala jenis binatang darat.
Adegan-adegan ini tampak serba kolosal. Aneka bentuk dan warna berpadu secara harmonis mencuatkan kesan dahsyat dan agung. Ya, megah mengagumkan! Melukiskan proses penciptaan yang berlangsung seketika, massal, namun dalam sekejap telah mencapai ujung-ujung alam semesta.
Adegan selanjutnya mereda, seperti amukan gelombang pasang yang pelahan-lahan mulai surut. Musik pengiring melirih. Nuansa kemegahan memudar, menjelma menjadi sebuah suasana yang lebih intim. Terasa dekat. Penuh sentuhan pribadi.
Ketika itulah Tuhan Allah membentuk manusia itu dari debu tanah dan menghembuskan napas hidup ke dalam hidungnya; demikianlah manusia itu menjadi makhluk yang hidup.
Dan kau pun merasakan perbedaan itu. Perbedaan mendasar antara manusia dan ciptaan Tuhan lainnya. Engkau mulai mengerti.
Catatan penciptaan yang pernah kaubaca terasa dihidupkan kembali. Binatang dan tumbuhan adalah ciptaan tak langsung. Mereka bermunculan secara spontan dan massal dari air dan bumi. Sebaliknya, manusia adalah ciptaan langsung. Allah secara pribadi menjamah debu tanah itu dan membentuknya. Di sini Ia bertindak sebagai Perancang Agung yang memperhatikan setiap detil dan lekuk-liku ciptaan-Nya. Dan kemudian Ia menghembuskan nafas hidup, roh-Nya sendiri yang menghidupkan! Inilah yang menjadikan manusia serupa dan segambar dengan Allah.
Perancang Agung. Hm. Engkau mencoba membayangkan bandingannya. Kira-kira begini. Kebanyakan kita membeli pakaian di pasar swalayan terdekat. Kita pergi berbelanja dan kalau melihat baju yang kita sukai, kita bisa mencoba dan membelinya. Tak ayal ada beberapa baju yang persis sama atau serupa dengan baju itu. Baju-baju itu diproduksi secara massal, sehingga harganya pun bisa ditekan. Namun, berapa banyak uang yang harus kita keluarkan bila kita menginginkan pakaian yang dirancang secara khusus oleh salah satu perancang ternama dunia? Tanyakanlah kepada artis-artis Hollywood pada malam penyerahan piala Oscar!
Perbedaan tersebut akan terasa lebih tajam sewaktu kau diperhadapkan pada kematian. Engkau teringat ketika kehilangan Bleki, anjing kesayanganmu, yang mati tertabrak motor di depan rumah. Kau sedih, dan sempat menitikkan air mata. Namun, ketika seekor anjing baru muncul mengibas-ngibaskan ekor, menjulur-julurkan lidah dan melompat ke pangkuanmu, kesedihan karena matinya si Bleki pun sirna.
Namun, bagaimana pedihnya hatimu ketika Ibunda yang sangat kaukasihi meninggal dunia saat kau masih kelas 2 SMP? Tidak ada yang bisa menggantikan kehilangan itu! Sampai sekarang engkau masih menyimpan foto-foto almarhumah dalam sebuah album khusus.
Kau mengambil sehelai kertas tisu dari tas tanganmu....
Peresensi: Puji Arya Y.
- Login to post comments
- 4203 reads